Imam Ali ar-Ridha as berkata,
“Ketika bulan Muharam tiba, tidak seorangpun melihat ayahku tertawa. Hari-hari dilalui dengan sedih sampai hari kesepuluh (asyura). Ketika hari asyura tiba, kesedihan, duka dan tangis beliau memuncak, Hari ini adalah hari dibunuhnya Husain as."
http://Telegram.me/TahukahAnda
“Ketika bulan Muharam tiba, tidak seorangpun melihat ayahku tertawa. Hari-hari dilalui dengan sedih sampai hari kesepuluh (asyura). Ketika hari asyura tiba, kesedihan, duka dan tangis beliau memuncak, Hari ini adalah hari dibunuhnya Husain as."
http://Telegram.me/TahukahAnda
Imam Ja’far As-Shodiq as ditanya oleh sahabatnya,
“Diriku menjadi tebusanmu wahai Imam. Biasanya jenazah diperingati dengan ratapan dan tangisan setelah hari kematiannya atau setelah hari terbunuhnya. Namun aku melihat kalian (Ahlulbait) beserta para syiah berkumpul dan meratapi Alhusain sejak hari pertama di bulan Muharram?”
Imam Ja’far as menjawab,
“Begitulah, ketika hilal di awal bulan Muharram telah tampak maka malaikat membentangkan jubah Alhusain. Sementara jubah itu tercabik pukulan pedang dan berlumuran darah.
Disaat itulah kami dan para syiah kami melihat (jubah itu), tidak dengan mata tapi dengan mata hati. Maka meledaklah tangisan kami.”
📚Tsamarootul A’wad.
http://Telegram.me/TahukahAnda
“Diriku menjadi tebusanmu wahai Imam. Biasanya jenazah diperingati dengan ratapan dan tangisan setelah hari kematiannya atau setelah hari terbunuhnya. Namun aku melihat kalian (Ahlulbait) beserta para syiah berkumpul dan meratapi Alhusain sejak hari pertama di bulan Muharram?”
Imam Ja’far as menjawab,
“Begitulah, ketika hilal di awal bulan Muharram telah tampak maka malaikat membentangkan jubah Alhusain. Sementara jubah itu tercabik pukulan pedang dan berlumuran darah.
Disaat itulah kami dan para syiah kami melihat (jubah itu), tidak dengan mata tapi dengan mata hati. Maka meledaklah tangisan kami.”
📚Tsamarootul A’wad.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Diriwayatkan dari Muhammad bin Daud al-Qommi dengan sanadnya dari Abu Abdillah Imam Ja'far Shadiq as, beliau berkata, "Pada malam hari keberangkatan al-Husain as dari Makkah menuju Kufah, Muhammad bin al-Hanafiyah datang menemui beliau dan berkata, 'Saudaraku, bukankah engkau telah mengetahui kelicikan penduduk Kufah terhadap ayah dan abangmu? Aku takut dan cemas nasibmu akan berakhir seperti mereka berdua yang telah lebih dulu pergi meninggalkan kita. Aku memohon agar engkau mau tetap tinggal di sini, karena engkau adalah orang yang paling mulia dan terhormat di kota suci ini.'
Al-Husain menjawab, 'Adikku, aku takut Yazid bin Muawiyah akan membunuhku di kota suci ini, sehingga aku menjadi penyebab terinjak-injaknya kehormatan Baitullah.'
Ibnu al-Hanafiyah berkata lagi, 'Kalau begitu pergi saja ke Yaman atau kota lainnya! Di sana orang-orang akan menghormatimu, sehingga tidak ada orang yang dapat mencelakakanmu.'
'Baik, akan kupertimbangkan saranmu itu,' jawab Al-Husain .
Mendekati subuh, al-Husain bergerak meninggalkan kota. Berita keberangkatan beliau segera sampai ke telinga Muhammad bin al-Hanafiyah. Bergegas ia pergi menyusul al-Husain. Ibnu al-Hanafiyah menarik tali kekang kuda yang dinaiki oleh abangnya itu seraya berkata, 'Bukankah engkau telah berjanji padaku untuk mempertimbangkan saranku, wahai saudaraku?'
'Benar,' jawab al-Husain.
'Lalu mengapa engkau buru-buru pergi?' tanyanya lagi
Dalam jawabannya, al-Husain berkata, 'Setelah engkau pergi meninggalkanku, Rasulullah saw datang kepadaku dan bersabda, 'Anakku Husain, pergilah! Karena Allah berkehendak untuk menyaksikanmu mati terbunuh."
Muhammad bin al-Hanafiyah tersentak kaget dan mengatakan, 'Inna lillahi wa inna ilahi raji'un. Tapi mengapa engkau membawa wanita-wanita ini bersamamu, padahal kepergianmu seperti yang engkau katakan?'
Al-Husain menjawab, 'Beliau juga bersabda bahwa Allah Swt berkehendak untuk melihat mereka diseret sebagai tawanan.'
Kemudian beliau mengucapkan selamat tinggal kepada adiknya itu dan meneruskan perjalanannya.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Al-Husain menjawab, 'Adikku, aku takut Yazid bin Muawiyah akan membunuhku di kota suci ini, sehingga aku menjadi penyebab terinjak-injaknya kehormatan Baitullah.'
Ibnu al-Hanafiyah berkata lagi, 'Kalau begitu pergi saja ke Yaman atau kota lainnya! Di sana orang-orang akan menghormatimu, sehingga tidak ada orang yang dapat mencelakakanmu.'
'Baik, akan kupertimbangkan saranmu itu,' jawab Al-Husain .
Mendekati subuh, al-Husain bergerak meninggalkan kota. Berita keberangkatan beliau segera sampai ke telinga Muhammad bin al-Hanafiyah. Bergegas ia pergi menyusul al-Husain. Ibnu al-Hanafiyah menarik tali kekang kuda yang dinaiki oleh abangnya itu seraya berkata, 'Bukankah engkau telah berjanji padaku untuk mempertimbangkan saranku, wahai saudaraku?'
'Benar,' jawab al-Husain.
'Lalu mengapa engkau buru-buru pergi?' tanyanya lagi
Dalam jawabannya, al-Husain berkata, 'Setelah engkau pergi meninggalkanku, Rasulullah saw datang kepadaku dan bersabda, 'Anakku Husain, pergilah! Karena Allah berkehendak untuk menyaksikanmu mati terbunuh."
Muhammad bin al-Hanafiyah tersentak kaget dan mengatakan, 'Inna lillahi wa inna ilahi raji'un. Tapi mengapa engkau membawa wanita-wanita ini bersamamu, padahal kepergianmu seperti yang engkau katakan?'
Al-Husain menjawab, 'Beliau juga bersabda bahwa Allah Swt berkehendak untuk melihat mereka diseret sebagai tawanan.'
Kemudian beliau mengucapkan selamat tinggal kepada adiknya itu dan meneruskan perjalanannya.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Dalam perjalanan ke karbala, setelah mendengar berita kesyahidan Muslim bin aqil, Farazdaq datang menemui Imam Husain as. Setelah mengucapkan salam, dia berkata, "Wahai putra Rasulullah, mengapa Anda masih saja percaya pada orang-orang Kufah? Padahal mereka baru saja membunuh Muslim bin Aqil, sepupu dan pengikutmu yang setia.
"Dengan berlinang air mata, al-Husain as menjawab, "Semoga Allah merahmati Muslim. Kini dia berada dalam kenyamanan, kesenangan, kemuliaan dan keridaan Allah. Dia telah melakukan tugasnya dengan baik. Dan sekarang tugas itu menjadi tanggung jawab kita semua."
Lalu Imam bersyair,
Jika dunia ini mempunyai harga
Ketahuilah, pahala di sisi Allah lebih berharga
Jika badan tercipta untuk kematian
Maka, kematian di jalan Allah lebih utama
Jika rezeki dibagikan menurut ketentuan
Alangkah baiknya untuk tidak serakah dalam usaha
Jika harta setelah terkumpul akan ditinggalkan, Mengapa orang kikir untuk menginfakkannya
http://Telegram.me/TahukahAnda
"Dengan berlinang air mata, al-Husain as menjawab, "Semoga Allah merahmati Muslim. Kini dia berada dalam kenyamanan, kesenangan, kemuliaan dan keridaan Allah. Dia telah melakukan tugasnya dengan baik. Dan sekarang tugas itu menjadi tanggung jawab kita semua."
Lalu Imam bersyair,
Jika dunia ini mempunyai harga
Ketahuilah, pahala di sisi Allah lebih berharga
Jika badan tercipta untuk kematian
Maka, kematian di jalan Allah lebih utama
Jika rezeki dibagikan menurut ketentuan
Alangkah baiknya untuk tidak serakah dalam usaha
Jika harta setelah terkumpul akan ditinggalkan, Mengapa orang kikir untuk menginfakkannya
http://Telegram.me/TahukahAnda
Mungkin kita sering mendengar pertanyaan mengapa kita menangisi Alhusain, tapi bagaimana jika pertanyaan itu dibalik “Mengapa kita tidak menangisi Alhusain?”
Setidaknya ada 3 penyebab bagi seseorang yang tidak menangisi Alhusain:
1⃣ Kerasnya hati.
ما جفَّت الدموعُ إلا لقسوةِ القلوبِ، وما قستْ القلوبُ إلاّ لكثرةِ الذنوب
Air mata tidak akan kering kecuali karena kerasnya hati dan hati tidak akan keras kecuali karena banyaknya dosa. (Imam Ali as)
2⃣ Tidak mengenal Alhusain dan musibah yang menimpa keluarga nabi dipadang karbala.
3⃣ Menjadi bagian dari musuh keluarga nabi yang senang melihat pembantaian tersebut.
Lalu kenapa kita menangisi Alhusain?
1⃣ Mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw. Karena beliau lah yg pertama menangisi Alhusain berulang kali dalam berbagai kesempatan.
Serta menjalankan anjuran Ahlulbait untuk menangisi cucunda tercinta Nabi tersebut.
2⃣ Melunturkan dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada Allah, karena Alhusain berkorban demi tegaknya kalimat Allah.
3⃣ Merasakan kepedihan dan rasa sakit yang dirasakan keluarga nabi dipadang karbala.
4⃣ Berbela sungkawa kepada Rasulullah dan sayyidah fatimah az-zahra atas syahidnya putra tercinta beliau.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Setidaknya ada 3 penyebab bagi seseorang yang tidak menangisi Alhusain:
1⃣ Kerasnya hati.
ما جفَّت الدموعُ إلا لقسوةِ القلوبِ، وما قستْ القلوبُ إلاّ لكثرةِ الذنوب
Air mata tidak akan kering kecuali karena kerasnya hati dan hati tidak akan keras kecuali karena banyaknya dosa. (Imam Ali as)
2⃣ Tidak mengenal Alhusain dan musibah yang menimpa keluarga nabi dipadang karbala.
3⃣ Menjadi bagian dari musuh keluarga nabi yang senang melihat pembantaian tersebut.
Lalu kenapa kita menangisi Alhusain?
1⃣ Mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw. Karena beliau lah yg pertama menangisi Alhusain berulang kali dalam berbagai kesempatan.
Serta menjalankan anjuran Ahlulbait untuk menangisi cucunda tercinta Nabi tersebut.
2⃣ Melunturkan dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada Allah, karena Alhusain berkorban demi tegaknya kalimat Allah.
3⃣ Merasakan kepedihan dan rasa sakit yang dirasakan keluarga nabi dipadang karbala.
4⃣ Berbela sungkawa kepada Rasulullah dan sayyidah fatimah az-zahra atas syahidnya putra tercinta beliau.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Imam Ali bin Musa ar-Ridho as berkata,
“Barang siapa yang duduk di sebuah majlis yang didalamnya dihidupkan perkara kami, maka hatinya tidak akan mati di hari matinya setiap hati.”
http://Telegram.me/TahukahAnda
“Barang siapa yang duduk di sebuah majlis yang didalamnya dihidupkan perkara kami, maka hatinya tidak akan mati di hari matinya setiap hati.”
http://Telegram.me/TahukahAnda
Imam Ali bin Musa ar-Ridho as berkata,
"Wahai putra Syabib, jika kamu ingin mendapatkan pahala seperti orang yang syahid bersama al-Husain as, maka setiap kali kamu teringat al-Husain as, katakanlah:
"يَا لَيْتَنِي كُنتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا"
"oh andai saja aku bersama mereka maka aku akan meraih kemenangan yang besar".
📚Uyun Akhbar al-Ridho as
http://Telegram.me/TahukahAnda
"Wahai putra Syabib, jika kamu ingin mendapatkan pahala seperti orang yang syahid bersama al-Husain as, maka setiap kali kamu teringat al-Husain as, katakanlah:
"يَا لَيْتَنِي كُنتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا"
"oh andai saja aku bersama mereka maka aku akan meraih kemenangan yang besar".
📚Uyun Akhbar al-Ridho as
http://Telegram.me/TahukahAnda
Setiap pembela Alhusain memiliki Bashiroh. Mereka tak hanya melihat kehidupan dengan mata, tapi mereka memandang dengan hati nurani yang bersih.
Abbas memiliki Bashiroh yang lebih dalam dari selainnya. Terbukti di hari ke-9 Muharram, Syimr mendatanginya untuk menawarkan jaminan keamanan karena masih ada hubungan kekerabatan, Abbas spontan menolaknya dengan berkata, “Apakah aku akan meninggalkan Alhusain? Terlaknat engkau dan terlaknat lah jaminan keamananmu!”
Dan contoh lain dari kedalaman Bashiroh Abbas adalah ketika ia menyuruh ketiga adiknya untuk berjuang dan meraih syahadah. Abbas mengorbankan seluruh adiknya dihadapan matanya demi Alhusain as.
Tak ada keraguan sedikit pun dihatinya. Bahkan beliau tidak berpikir untuk menyisakan satu dari saudaranya untuk menjaga ibunya dan menjaga sisa keluarganya di Madinah.
Semuanya beliau korbankan demi memperjuangkan Islam disamping cucu baginda nabi, Imam Husain as.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Abbas memiliki Bashiroh yang lebih dalam dari selainnya. Terbukti di hari ke-9 Muharram, Syimr mendatanginya untuk menawarkan jaminan keamanan karena masih ada hubungan kekerabatan, Abbas spontan menolaknya dengan berkata, “Apakah aku akan meninggalkan Alhusain? Terlaknat engkau dan terlaknat lah jaminan keamananmu!”
Dan contoh lain dari kedalaman Bashiroh Abbas adalah ketika ia menyuruh ketiga adiknya untuk berjuang dan meraih syahadah. Abbas mengorbankan seluruh adiknya dihadapan matanya demi Alhusain as.
Tak ada keraguan sedikit pun dihatinya. Bahkan beliau tidak berpikir untuk menyisakan satu dari saudaranya untuk menjaga ibunya dan menjaga sisa keluarganya di Madinah.
Semuanya beliau korbankan demi memperjuangkan Islam disamping cucu baginda nabi, Imam Husain as.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Perawi mengatakan: Al-Husain as berkata, "Adakah orang yang masih menginginkan rida Allah dengan menolong kami? Adakah orang yang masih mau membela kehormatan Rasulullah saw?"
Tiba-tiba Hurr bin Yazid al-Riyahi menghadap komandan tertinggi pasukan Ibnu Ziyad, Umar bin Sa'ad, dan berkata, "Masihkah kau berniat untuk memerangi orang ini?"
Umar menjawab, "Tentu. Aku akan terus memeranginya, minimal sampai kepalanya melayang dan jari-jari tangannya terpotong."
Hurr pergi meninggalkan Ibnu Sa'ad dan menyendiri sedang badannya menggigil. Muhajir bin Aus yang menyaksikan pemandangan aneh ini berkata, "Demi Allah, aku bingung melihat keadaanmu ini. Padahal jika ada orang yang bertanya, siapakah orang Kufah yang paling berani, aku akan dengan mantap menjawab bahwa orang itu adalah kau. Apa gerangan yang terjadi padamu?"
Hurr menjawab, "Demi Alah, aku dihadapkan pada dua pilihan, surga atau neraka. Aku bersumpah bahwa aku lebih memilih surga walaupun mesti dicincang atau dibakar hidup-hidup."
Setelah berkata demikian, Hurr memacu kudanya dengan cepat menuju perkemahan al-Husain as dengan tangan di atas kepala dan berseru, "Ya Allah, kini aku bertobat kepada-Mu, terimalah tobatku ini! Aku telah melakukan kesalahan besar dengan membuat rasa takut yang mencekam hati kekasih-kekasih-Mu dan anak-anak putri Nabi-Mu."
Kepada Al-Husain as, ia berkata, "Akulah orang yang menghalangimu untuk kembali ke kotamu dan menggiringmu ke tempat ini. Demi Allah, aku tidak pernah mengira bahwa mereka akan berlaku sekejam ini padamu. Kini aku bertobat kepada Allah. Masih terbukakah pintu tobat buatku?"
Al-Husain as menjawab, "Ya. Allah telah menerima tobatmu. Turunlah!"
Hurr berkata, "Lebih baik aku berada di atas punggung kudaku dan bertempur membelamu daripada berjalan kaki. Karena bila aku turun, mereka akan langsung membunuhku."
Katanya lagi, "Jika aku merupakan orang pertama yang menghadangmu, izinkan aku untuk menjadi orang pertama yang gugur dari barisanmu. Aku berharap dapat menjabat tangan kakekmu, Rasulullah saw di hari kiamat kelak."
Al-Husain as mengizinkannya. Kini Hurr berada di tengah-tengah medan laga dan bertempur dengan sengitnya hingga berhasil membuat beberapa jagoan musuh terkapar di tanah. Tapi iapun gugur sebagai pahlawan. Jasadnya dibawa ke perkemahan al-Husain as. Sambil membersihkan wajah Hurr dari debu dan tanah, Imam berkata, "Engkau Hurr (Merdeka) seperti nama yang ibumu berikan. Engkau bebas dan merdeka di dunia dan akhirat."
http://Telegram.me/TahukahAnda
Tiba-tiba Hurr bin Yazid al-Riyahi menghadap komandan tertinggi pasukan Ibnu Ziyad, Umar bin Sa'ad, dan berkata, "Masihkah kau berniat untuk memerangi orang ini?"
Umar menjawab, "Tentu. Aku akan terus memeranginya, minimal sampai kepalanya melayang dan jari-jari tangannya terpotong."
Hurr pergi meninggalkan Ibnu Sa'ad dan menyendiri sedang badannya menggigil. Muhajir bin Aus yang menyaksikan pemandangan aneh ini berkata, "Demi Allah, aku bingung melihat keadaanmu ini. Padahal jika ada orang yang bertanya, siapakah orang Kufah yang paling berani, aku akan dengan mantap menjawab bahwa orang itu adalah kau. Apa gerangan yang terjadi padamu?"
Hurr menjawab, "Demi Alah, aku dihadapkan pada dua pilihan, surga atau neraka. Aku bersumpah bahwa aku lebih memilih surga walaupun mesti dicincang atau dibakar hidup-hidup."
Setelah berkata demikian, Hurr memacu kudanya dengan cepat menuju perkemahan al-Husain as dengan tangan di atas kepala dan berseru, "Ya Allah, kini aku bertobat kepada-Mu, terimalah tobatku ini! Aku telah melakukan kesalahan besar dengan membuat rasa takut yang mencekam hati kekasih-kekasih-Mu dan anak-anak putri Nabi-Mu."
Kepada Al-Husain as, ia berkata, "Akulah orang yang menghalangimu untuk kembali ke kotamu dan menggiringmu ke tempat ini. Demi Allah, aku tidak pernah mengira bahwa mereka akan berlaku sekejam ini padamu. Kini aku bertobat kepada Allah. Masih terbukakah pintu tobat buatku?"
Al-Husain as menjawab, "Ya. Allah telah menerima tobatmu. Turunlah!"
Hurr berkata, "Lebih baik aku berada di atas punggung kudaku dan bertempur membelamu daripada berjalan kaki. Karena bila aku turun, mereka akan langsung membunuhku."
Katanya lagi, "Jika aku merupakan orang pertama yang menghadangmu, izinkan aku untuk menjadi orang pertama yang gugur dari barisanmu. Aku berharap dapat menjabat tangan kakekmu, Rasulullah saw di hari kiamat kelak."
Al-Husain as mengizinkannya. Kini Hurr berada di tengah-tengah medan laga dan bertempur dengan sengitnya hingga berhasil membuat beberapa jagoan musuh terkapar di tanah. Tapi iapun gugur sebagai pahlawan. Jasadnya dibawa ke perkemahan al-Husain as. Sambil membersihkan wajah Hurr dari debu dan tanah, Imam berkata, "Engkau Hurr (Merdeka) seperti nama yang ibumu berikan. Engkau bebas dan merdeka di dunia dan akhirat."
http://Telegram.me/TahukahAnda
🌺Imam Ja'far Shadiq as berkata,
"Pada hari Jumat tidak ada amalan yang lebih baik dari salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad."
📚Ta'wil al Ayat azh Zhahirah, hal 454.
🌺Imam Ja'far Shadiq as berkata,
"Disunahkan bersalawat kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya pada hari Jumat sebanyak seribu kali dan pada hari yang lain sebanyak seratus kali."
📚Ushul al Kafi, 3/416.
🌺Imam Ja'far Shadiq as berkata,
"Pada akhir hari Kamis dan malam Jumat, sekelompok malaikat turun dari langit dengan membawa pena dari emas serta papan dari perak, dan pada akhir hari Kamis serta malam Jumat, juga hari Jumat sampai matahari terbenam, mereka tidak mencatat sesuatu apa pun selain bacaan salawat kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya."
📚Ushul al Kafi, 3/416.
🌹اَللّهُمَّ صَلِّ عَلی مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَعَجِّلْ فَرَجَهُمْ🌹
http://Telegram.me/TahukahAnda
"Pada hari Jumat tidak ada amalan yang lebih baik dari salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad."
📚Ta'wil al Ayat azh Zhahirah, hal 454.
🌺Imam Ja'far Shadiq as berkata,
"Disunahkan bersalawat kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya pada hari Jumat sebanyak seribu kali dan pada hari yang lain sebanyak seratus kali."
📚Ushul al Kafi, 3/416.
🌺Imam Ja'far Shadiq as berkata,
"Pada akhir hari Kamis dan malam Jumat, sekelompok malaikat turun dari langit dengan membawa pena dari emas serta papan dari perak, dan pada akhir hari Kamis serta malam Jumat, juga hari Jumat sampai matahari terbenam, mereka tidak mencatat sesuatu apa pun selain bacaan salawat kepada Nabi Muhammad saw dan keluarganya."
📚Ushul al Kafi, 3/416.
🌹اَللّهُمَّ صَلِّ عَلی مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَعَجِّلْ فَرَجَهُمْ🌹
http://Telegram.me/TahukahAnda
Rasulullah saw bersabda,
"Barang siapa yang pada hari Jumat bersalawat kepadaku sebanyak seratus kali, maka Allah Swt akan mengampuni dosa-dosanya selama delapan puluh tahun."
📚Mustadrak al Wasa'il, 6/72.
http://Telegram.me/TahukahAnda
"Barang siapa yang pada hari Jumat bersalawat kepadaku sebanyak seratus kali, maka Allah Swt akan mengampuni dosa-dosanya selama delapan puluh tahun."
📚Mustadrak al Wasa'il, 6/72.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Bagian1⃣
Muslim bin Ausajah dan Habib bin Mazhahir adalah orang tua yang berasal dari satu keluarga (famili), yakni Bani Asad. Mereka berdua tinggal di Kufah. Semasa pemerintahan Imam Ali as, keduanya merupakan sahabat setia beliau.
Tatkala Muslim bin Aqil memasuki Kufah sebagai utusan Imam Husain, kedua orang ini berusaha keras membantu Muslim bin Aqil agar masyarakat membaiat Imam Husain. Sampai akhirnya Ubaidillah bin Ziyad memasuki Kufah dan melancarkan teror demi menakut-nakuti masyarakat tentang pemerintahan Yazid. Masyarakat pun pergi meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian. Akhirnya, dalam pertempuran yang tidak seimbang ia ditawan sesuai perintah Ibnu Ziyad, ia pun dibunuh. Dalam kondisi sulit ini, Muslim bin Ausajah dan Habib bin Mazhahir diam-diam berangkat ke padang Karbala dan bergabung dengan pasukan Imam Husain as. Di situ, keduanya mereguk kesyahidan.
Usia Habib bin Mazhahir saat itu lebih dari 75 tahun. Ia termasuk salah seorang sahabat Rasul saw. Selama tinggal di Kufah, ia bertaqiah seraya menunggu kesempatan yang tepat untuk keluar dari Kufah dan bergabung dengan pasukan Imam Husain as.
Ia memiliki seorang isteri yang bertakwa dan pemberani, yang sangat bergembira apabila suaminya menjadi penolong Imam Husain as. Habib bin Mazhahir, gerilyawan tua ini, berusaha agar tempat persembunyiannya tidak diketahui orang lain. Ia juga ingin keputusannya untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain as tidak diketahui siapapun. Bahkan ia tidak menceritakan niatnya itu kepada istrinya sendiri. Itu dimaksudkan agar istrinya tidak menceritakannya kepada orang lain.
Imam Husain bersama rombongannya berangkat meninggalkan Mekah menuju Irak. Saat itu, Imam Husain menulis surat untuk Habib bin Mazhahir yang kemudian di bawa salah seorang utusan.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Muslim bin Ausajah dan Habib bin Mazhahir adalah orang tua yang berasal dari satu keluarga (famili), yakni Bani Asad. Mereka berdua tinggal di Kufah. Semasa pemerintahan Imam Ali as, keduanya merupakan sahabat setia beliau.
Tatkala Muslim bin Aqil memasuki Kufah sebagai utusan Imam Husain, kedua orang ini berusaha keras membantu Muslim bin Aqil agar masyarakat membaiat Imam Husain. Sampai akhirnya Ubaidillah bin Ziyad memasuki Kufah dan melancarkan teror demi menakut-nakuti masyarakat tentang pemerintahan Yazid. Masyarakat pun pergi meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian. Akhirnya, dalam pertempuran yang tidak seimbang ia ditawan sesuai perintah Ibnu Ziyad, ia pun dibunuh. Dalam kondisi sulit ini, Muslim bin Ausajah dan Habib bin Mazhahir diam-diam berangkat ke padang Karbala dan bergabung dengan pasukan Imam Husain as. Di situ, keduanya mereguk kesyahidan.
Usia Habib bin Mazhahir saat itu lebih dari 75 tahun. Ia termasuk salah seorang sahabat Rasul saw. Selama tinggal di Kufah, ia bertaqiah seraya menunggu kesempatan yang tepat untuk keluar dari Kufah dan bergabung dengan pasukan Imam Husain as.
Ia memiliki seorang isteri yang bertakwa dan pemberani, yang sangat bergembira apabila suaminya menjadi penolong Imam Husain as. Habib bin Mazhahir, gerilyawan tua ini, berusaha agar tempat persembunyiannya tidak diketahui orang lain. Ia juga ingin keputusannya untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain as tidak diketahui siapapun. Bahkan ia tidak menceritakan niatnya itu kepada istrinya sendiri. Itu dimaksudkan agar istrinya tidak menceritakannya kepada orang lain.
Imam Husain bersama rombongannya berangkat meninggalkan Mekah menuju Irak. Saat itu, Imam Husain menulis surat untuk Habib bin Mazhahir yang kemudian di bawa salah seorang utusan.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Bagian2⃣
Pada suatu hari, Habib berada di samping istrinya. Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Habib beranjak dari duduknya dan berdiri dibalik pintu. Ia melihat orang yang membawa surat dari Imam Husain as. Setelah menerima surat itu dan kembali ke samping istrinya, ia membaca isinya sebagai berikut:
“Surat ini dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, untuk orang yang pandai, Habib bin Mazhahir. Amma ba’du. Wahai Habib, Anda mengetahui hubungan kekeluargaanku dengan Rasulullah saw, dan Anda adalah orang yang mengenalku dengan baik. Anda adalah orang yang merdeka dan peka (terhadap Islam). Karenanya, janganlah Anda enggan menolongku, di mana di hari kiamat kakekku Rasulullah saw akan mengganjar Anda pahala.”
Habib berpikir jangan sampai seorangpun mengetahui isi surat dan keputusannya untuk berangkat menolong Imam Husain as. Sehingga para mata-mata tidak sampai mengetahui peristiwa yang terjadi. Keluarganya sempat bertanya kepadanya setelah ia menerima surat, “Sekarang apa yang hendak kamu lakukan?” Ia bertaqiah dan menjawab, “Aku sudah tua, aku tak dapat melakukan apapun.” Istrinya menyangka Habib enggan membantu Imam Husain. Ia berkata, “Tampaknya engkau enggan berangkat ke padang Karbala dan menolong Imam Husain as.” Habib hendak menguji isterinya seraya berkata, “Ya, aku tak punya untuk itu.”
Istrinya menangis dan berkata, “Duhai Habib! Apakah engkau lupa akan sabda Rasulullah saw tentang pribadi Imam Husain as, ‘Kedua anakku ini adalah penghulu penghuni surga dan keduanya adalah imam; baik ia diam ataupun bangkit....’ Engkau telah menerima surat Imam Husein as. Lalu mengapa engkau enggan menolongnya?
Habib menjawab, “Aku khawatir jika anak-anakku menjadi yatim dan engkau menjadi janda.” Istrinya menjawab, “Kami akan meneladani wanita-wanita, putri-putri, dan yatim-yatim Bani Hasyim, dan cukuplah Allah sebagai pelindung kami.”
Tatkala Habib melihat isterinya benar-benar telah siap, ia pun mengatakan yang sebenarnya, istrinya pun berdoa untuknya.
Tatkala Habib akan bertolak, istrinya berkata, “Aku perlu satu perkara.”
“Apa itu?”
“Tatkala engkau sampai di hadapan Imam Husain as, ciumlah tangan dan kakinya untuk mewakiliku, dan sampaikan salamku, ”pinta istrinya.
“Baiklah,” jawab Habib.
Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa demi berhati-hati, Habib berkata kepada istrinya, “Aku sudah tua dan apa yang dapat dilakukan orang-orang yang sudah lanjut usia?”
Dengan penuh rasa sedih dan marah, istrinya bangkit dan melepas kerudung di kepalanya lalu meletakannya di kepala Habib bin Mazhahir, seraya berkata, “Sekarang bila engkau enggan pergi, tinggallah di rumah seperti kaum wanita.” Kemudian ia berteriak, “Wahai Husain! Seandainya aku seorang lelaki, aku akan datang ke pangkuanmu, berjuang bersamamu, dan kupersembahkan jiwaku untukmu. ”
Tatkala Habib mengetahui kecintaan istrinya terhadap Imam Husain, hatinya menjadi tenang dan berkata “Isteriku! Tenanglah! Aku akan membuatnya bergembira dan janggut yang memutih ini akan kuwarnai dengan darah dileherku. Tenangkanlah dirimu!”
http://Telegram.me/TahukahAnda
Pada suatu hari, Habib berada di samping istrinya. Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Habib beranjak dari duduknya dan berdiri dibalik pintu. Ia melihat orang yang membawa surat dari Imam Husain as. Setelah menerima surat itu dan kembali ke samping istrinya, ia membaca isinya sebagai berikut:
“Surat ini dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, untuk orang yang pandai, Habib bin Mazhahir. Amma ba’du. Wahai Habib, Anda mengetahui hubungan kekeluargaanku dengan Rasulullah saw, dan Anda adalah orang yang mengenalku dengan baik. Anda adalah orang yang merdeka dan peka (terhadap Islam). Karenanya, janganlah Anda enggan menolongku, di mana di hari kiamat kakekku Rasulullah saw akan mengganjar Anda pahala.”
Habib berpikir jangan sampai seorangpun mengetahui isi surat dan keputusannya untuk berangkat menolong Imam Husain as. Sehingga para mata-mata tidak sampai mengetahui peristiwa yang terjadi. Keluarganya sempat bertanya kepadanya setelah ia menerima surat, “Sekarang apa yang hendak kamu lakukan?” Ia bertaqiah dan menjawab, “Aku sudah tua, aku tak dapat melakukan apapun.” Istrinya menyangka Habib enggan membantu Imam Husain. Ia berkata, “Tampaknya engkau enggan berangkat ke padang Karbala dan menolong Imam Husain as.” Habib hendak menguji isterinya seraya berkata, “Ya, aku tak punya untuk itu.”
Istrinya menangis dan berkata, “Duhai Habib! Apakah engkau lupa akan sabda Rasulullah saw tentang pribadi Imam Husain as, ‘Kedua anakku ini adalah penghulu penghuni surga dan keduanya adalah imam; baik ia diam ataupun bangkit....’ Engkau telah menerima surat Imam Husein as. Lalu mengapa engkau enggan menolongnya?
Habib menjawab, “Aku khawatir jika anak-anakku menjadi yatim dan engkau menjadi janda.” Istrinya menjawab, “Kami akan meneladani wanita-wanita, putri-putri, dan yatim-yatim Bani Hasyim, dan cukuplah Allah sebagai pelindung kami.”
Tatkala Habib melihat isterinya benar-benar telah siap, ia pun mengatakan yang sebenarnya, istrinya pun berdoa untuknya.
Tatkala Habib akan bertolak, istrinya berkata, “Aku perlu satu perkara.”
“Apa itu?”
“Tatkala engkau sampai di hadapan Imam Husain as, ciumlah tangan dan kakinya untuk mewakiliku, dan sampaikan salamku, ”pinta istrinya.
“Baiklah,” jawab Habib.
Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa demi berhati-hati, Habib berkata kepada istrinya, “Aku sudah tua dan apa yang dapat dilakukan orang-orang yang sudah lanjut usia?”
Dengan penuh rasa sedih dan marah, istrinya bangkit dan melepas kerudung di kepalanya lalu meletakannya di kepala Habib bin Mazhahir, seraya berkata, “Sekarang bila engkau enggan pergi, tinggallah di rumah seperti kaum wanita.” Kemudian ia berteriak, “Wahai Husain! Seandainya aku seorang lelaki, aku akan datang ke pangkuanmu, berjuang bersamamu, dan kupersembahkan jiwaku untukmu. ”
Tatkala Habib mengetahui kecintaan istrinya terhadap Imam Husain, hatinya menjadi tenang dan berkata “Isteriku! Tenanglah! Aku akan membuatnya bergembira dan janggut yang memutih ini akan kuwarnai dengan darah dileherku. Tenangkanlah dirimu!”
http://Telegram.me/TahukahAnda
Ayatullah Bahjat berkata,
Diantara amalan-amalan mustahab, terdapat dua amalan yang luar biasa. Dan tidak amalan mustahab yang menyamai keduanya.
1⃣ Sholat malam.
2⃣ Menangisi Imam Husain as.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Diantara amalan-amalan mustahab, terdapat dua amalan yang luar biasa. Dan tidak amalan mustahab yang menyamai keduanya.
1⃣ Sholat malam.
2⃣ Menangisi Imam Husain as.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Imam Ali Zainal Abidin as berkata,
"Seorang mukmin yang menangis hingga air matanya membasahi kedua pipinya karena dibunuhnya al-Husain, maka Allah akan menyediakan baginya kamar-kamar di surga yang dapat dia tempati untuk selama-lamanya."
📚Tsawab al-A'mal, hal.108, hadis ke-1.
http://Telegram.me/TahukahAnda
"Seorang mukmin yang menangis hingga air matanya membasahi kedua pipinya karena dibunuhnya al-Husain, maka Allah akan menyediakan baginya kamar-kamar di surga yang dapat dia tempati untuk selama-lamanya."
📚Tsawab al-A'mal, hal.108, hadis ke-1.
http://Telegram.me/TahukahAnda
Rasulullah saw bersabda,
“Wahai Fatimah, setiap mata akan menangis di hari kiamat kecuali mata yang menangisi musibah (putramu) al-Husain. Sungguh (yang menangisi al-Husain) akan bergembira dan berseri-seri dengan kenikmatan surga.”
📚Bihar al-Anwar jil. 44, hal. 293.
http://Telegram.me/TahukahAnda
“Wahai Fatimah, setiap mata akan menangis di hari kiamat kecuali mata yang menangisi musibah (putramu) al-Husain. Sungguh (yang menangisi al-Husain) akan bergembira dan berseri-seri dengan kenikmatan surga.”
📚Bihar al-Anwar jil. 44, hal. 293.
http://Telegram.me/TahukahAnda
▪️Dua Majelis Diskusi di Tengah Malam Asyura▪️
Sayyidah Zainab menceritakan bahwa pada pertengahan malam Asyura, beliau mendatangi kemah saudaranya, Abul Fadl Abbas. Beliau melihat para pemuda Bani Hasyim tengah duduk melingkar di sekelilingnya. Dan ia duduk dengan tegap sambil memancing diskusi dengan mereka. Ia berkata, “Wahai saudara-saudaraku! Wahai putera-putera pamanku! Besok, tatkala perang dengan musuh dimulai, kalian harus berada di depan dan merupakan orang pertama yang maju ke medan perang. Jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Bani Hasyim menjadikan kita sebagai penolong mereka sementara mereka lebih mengutamakan kehidupannya sendiri ketimbang kematiannya.”
Para pemuda Bani Hasyim dengan penuh semangat menjawab, “Kami patuh pada perintah Anda.”
Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi Thalib berkata, “Dari sana saya menuju kemah Habib bin Mazhahir dan melihat para sahabat (selain Bani Hasyim) duduk melingkarinya. Ia berkata kepada mereka, Wahai para penolong! Besok tatkala perang dimulai, kalian harus menjadi orang pertama yang maju ke medan tempur, karena Bani Hasyim adalah para junjungan dan pembesar kita, dan kita harus berkorban untuk mereka. Para sahabat menjawab, Benar sekali ucapanmu. Mereka pun menepati ucapan mereka dan bergerak maju ke medan tempur lebih dulu dari Bani Hasyim. Setelah melakukan perlawanan, akhirnya mereka gugur sebagai syuhada.”
http://Telegram.me/TahukahAnda
Sayyidah Zainab menceritakan bahwa pada pertengahan malam Asyura, beliau mendatangi kemah saudaranya, Abul Fadl Abbas. Beliau melihat para pemuda Bani Hasyim tengah duduk melingkar di sekelilingnya. Dan ia duduk dengan tegap sambil memancing diskusi dengan mereka. Ia berkata, “Wahai saudara-saudaraku! Wahai putera-putera pamanku! Besok, tatkala perang dengan musuh dimulai, kalian harus berada di depan dan merupakan orang pertama yang maju ke medan perang. Jangan sampai orang-orang mengatakan bahwa Bani Hasyim menjadikan kita sebagai penolong mereka sementara mereka lebih mengutamakan kehidupannya sendiri ketimbang kematiannya.”
Para pemuda Bani Hasyim dengan penuh semangat menjawab, “Kami patuh pada perintah Anda.”
Sayyidah Zainab binti Ali bin Abi Thalib berkata, “Dari sana saya menuju kemah Habib bin Mazhahir dan melihat para sahabat (selain Bani Hasyim) duduk melingkarinya. Ia berkata kepada mereka, Wahai para penolong! Besok tatkala perang dimulai, kalian harus menjadi orang pertama yang maju ke medan tempur, karena Bani Hasyim adalah para junjungan dan pembesar kita, dan kita harus berkorban untuk mereka. Para sahabat menjawab, Benar sekali ucapanmu. Mereka pun menepati ucapan mereka dan bergerak maju ke medan tempur lebih dulu dari Bani Hasyim. Setelah melakukan perlawanan, akhirnya mereka gugur sebagai syuhada.”
http://Telegram.me/TahukahAnda