(324)

Menua Bersama Lebaran

Sudah berapa kali Lebaran dilalui? Pelajaran hidup apa yang dipetik?

Lebaran momen kita saling berjumpa. Teman lama, tetangga kampung, sampai keluarga jauh.

Dari sederet pertanyaan yang membumbui adalah " Anakmu berapa? " dan " Sudah punya cucu atau belum? ".

Saling berbangga ketika menjawab, " Anakku sekian" dan " Cucuku sudah beberapa ". Bahkan, diberi tambahan jawaban tentang sekolahnya, kuliah di mana, dan pekerjaannya apa.

Namun, sadarkah bila di balik jawab tanya itu ada satu fakta yang sering terlupa, bahwa kita semakin menua bersama Lebaran.

Punya anak, apalagi cucu, sama artinya telah menjadi orang tua dan seorang kakek nenek.

Kita tak hanya menua bersama Lebaran. Bahkan, langkah ke liang lahat bertambah dekat.

Coba kita list beberapa informasi yang menjadi bahan cerita saat momen Lebaran.

Si A sudah meninggal dunia tahun lalu. Si B kini menjanda. Si C statusnya duda.

Si Fulan sekarang pikun, buang hajatnya sembarangan. Si Alan stroke, tidak bisa apa-apa. Si Rajul rutin cuci darah. Si Polan terbaring di tempat tidurnya karena terserang kanker.

" Loh, kamu sudah banyak ompongnya ". " Rambutmu putih beruban". " Kenapa jalanmu tertatih-tatih?". " Sepertinya pendengaranmu menurun?".

" Saya sekarang harus pilih-pilih makanan". " Makanan berkolesterol saya kurangi". " Sudah jarang saya makan nasi". " Dua tahun terakhir, saya tidak lagi minum yang manis-manis ".

Itulah manusia! Tidak ada yang kekal. Tidak ada yang abadi.

Dulunya pintar, namun kepintarannya sedikit demi sedikit menurun. Dulunya kuat, berikutnya dia terus melemah. Dulunya olahraga berjam-jam, tapi kini nafas dan lutut tak lagi bisa diajak kompromi.

Dulunya gagah dan ganteng. Tapi, akhirnya keriput dan ringkih. Dulunya cantik dan menawan. Tapi, akhirnya menjadi nenek-nenek tua peyot.

Dulunya pejabat berkuasa, sekarang tinggal sebatangkara. Dulunya kaya raya, sekarang sendiri di rumah tanpa siapa-siapa. Dulunya berbangga dengan banyaknya anak, sekarang anak entah di mana.

Allah Ta’ala berfirman;

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْقَدِيرُ

" Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa" (QS Ar Ruum; 54)

Momen Lebaran adalah momen refleksi diri, sudah sejauh apa ia menempuh perjalanan hidup?.

Ia harus sadar bahwa Lebaran menjadi pengingat jiwa bahwa ia terus menua, bertambah lemah, dan semakin memerlukan alat bantu.

Ia mesti mengerti bahwa Lebaran tahun ini artinya ia semakin dekat dengan akhir perjalanan; kematian. Maka, bersiap-siaplah!

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis Anas bin Malik ;

يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنانِ ويَبْقَى معهُ واحِدٌ: يَتْبَعُهُ أهْلُهُ ومالُهُ وعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أهْلُهُ ومالُهُ، ويَبْقَى عَمَلُهُ

" Orang mati diiringi tiga. Dua kembali, hanya satu yang tinggal menemani. Diikuti keluarga dan hartanya, tapi keluarga dan hartanya kembali. Hanya amal perbuatannya yang tinggal menemani" HR Bukhari 6514 Muslim 2960.

Semoga Lebaran tahun ini, Syawwal 1446 H, adalah momen berbenah diri.

Musholla Al Ilmu, Pusdiklatmu, Lendah. Antara Maghrib dan Isya. 06 April 2024.


https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(325)

Pondok : Masa Depan Kami (I)

Untukmu yang akan kembali ke Pondok.

Ini hanya sekeping cerita tentang kami, yaitu saya dan yang selangkah, senafas, dan seperjuangan.

Mungkin berbeda cerita dengan kalian, yaitu kamu dan yang sama cara memandangnya denganmu.

Motivasi terbesar saya untuk belajar di Pondok adalah ayah saya. Beliau sejak muda sudah menjadi guru, bahkan kepala sekolah di usia 21 tahun. Ke pelosok daerah di Wonogiri hingga ke Sumatera, Beliau berjuang di jalur pendidikan. Setelahnya menjadi dosen, bahkan mendirikan kampus hingga menjadi rektor.

Le, nek ora percoyo cobo kowe nang kantor dinas tenaga kerja. Ora ono kok lulusan pesantren sing daftar nggolek gawean. Sing nggolek gawean ki yo lulusan SMA karo sarjana-sarjana “, ayah saya menasihati. (terjemahan ada di paragraf akhir).

Pesan itu sangat membekas di hati saya. Pesan yang ayah saya sampaikan puluhan tahun yang lalu. Pesan itulah yang menjadi bahan bakar semangat belajar di Pondok sejak lulus SD di tahun 1995.

Seiring berjalannya waktu, pesan dari ayah saya itu benar-benar nyata!

Di Pondok kami belajar bahwa tangan di atas jauh lebih baik dibandingkan tangan di bawah. Mental pengemis yang berharap bantuan dan pemberian orang, sejak kami kecil diajarkan untuk menjauhinya. Siapa yang meminta-minta dan mengemis-ngemis di dunia, kelak di akhirat dibangkitkan dengan wajah tidak ada daging yang tersisa.

Di Pondok kami belajar untuk bekerja keras. Siapa yang sungguh-sungguh, ia akan sukses. Rasa malas benar-benar diperangi. Sejak sebelum subuh, kami dilatih untuk bangun. Tidur pagi kami dilarang. Begadang malam tidak diizinkan. Kami dididik untuk menghargai waktu layaknya pedang. Jika engkau tidak memanfaatkannya, engkau yang akan tertebas.

Di Pondok kami belajar tentang harga diri. Lebih baik mengumpulkan ranting-ranting kering, diikat, dipikul, dan dijual di pasar, daripada meminta-minta orang. Walaupun dipandang rendah karena penuh peluh keringat, meskipun hitam legam kulit, yang penting halal dan baik. Daripada kelihatannya mewah dan bergengsi, tapi nyatanya tercekik utang sana utang sini.

Di Pondok kami belajar bersabar. Bahwa tidak ada kesuksesan tanpa penderitaan. Itulah nafas pendidikan di Pondok. Maka, kami dibentuk untuk bermental baja, bukan manja. Dilatih optimis, bukan sedikit-sedikit merintih menangis.
Di Pondok, terpahat di hati kami; kesuksesan hanyalah milik orang yang bersabar.

Di Pondok kami belajar tentang kejujuran. Pokoknya harus jujur! Mau merintis awal usaha, mengelola, dan mengembangkannya, kami diyakinkan bahwa kejujuran adalah kuncinya. Bukan dari awal sudah berbohong, dilanjutkan dengan berdusta, lalu diakhiri dengan kehancuran karena pengkhianatan. Bukan seperti itu di Pondok diajarkan.

Di Pondok kami belajar dermawan. Tidak hanya berpikir enaknya sendiri. Tidak egois. Kami di Pondok digembleng untuk tulus berbagi. Makan satu nampan, sebelum lengkap belum mulai makan, bahkan kami saling mengalah agar teman lah yang makan. Jatah satu orang dimakan bertiga bahkan berempat. Prinsip kami di Pondok; kebersamaan lebih penting dari sekadar kenyang.

Dan di Pondok kami belajar tawakkal. Ketika usaha dan ikhtiar hanyalah aspek manusia. Kami diingatkan bahwa inteligensi, modal finansial, teori-teori entrepreneur, atau lembar-lembar ijazah, bukanlah faktor penentu. Keputusan adalah milik Allah semata-mata, zat pencipta dan pengatur jagad raya. Kami sering dinasihati untuk tidak bosan berdoa. Dan kami yakin ,karena sudah berulangkali bahkan tidak terhitung lagi, bahwa sekelumit doa sudah lebih cukup untuk bertahan hidup.

Nak, misal kamu tidak percaya. Silahkan kamu berkunjung ke kantor dinas tenaga kerja. Tidak ada lulusan pesantren yang mendaftar mencari pekerjaan. Yang mencari pekerjaan itu ya lulusan SMA dan para sarjana “.

Terimakasih untuk ayahku, pak Rifai. Pesanmu akan aku jaga; bahwa di Pondok adalah masa depan kami, bi idznillah wa bi 'aunih.

Lendah, 09 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(326)

Pondok: Masa Depan Kami (II)

....
(326)

Pondok : Masa Depan Kami (II)

Banyak cerita dialami santri di Pondok. Tiap santri bereaksi dengan cara yang berbeda atas sebuah cerita, tergantung bagaimana ia menyematkan makna. Ingat, respon Anda terhadap peristiwa tergantung pada makna yang Anda pilih!

Misalnya aturan Pondok yang membatasi area beraktivitas santri. Dilarang melewati batas-batas tertentu. Tidak boleh sampai jalan raya. Tidak boleh melintasi sawah atau kebun milik tetangga Pondok. Dan seterusnya.

Apa respon Anda dengan aturan tersebut?

Jika berhati sempit, berpikir picik, dan berpandangan buntu, tentu Anda menyimpulkan bahwa hidup di Pondok ibarat di penjara. Semua serba dibatasi. Dikelilingi pagar tinggi dengan kawat-kawat berdiri. Setiap sudut ada pos pengawas. Setiap titik ada kamera CCTV. Setiap gerak-geriknya diikuti. Pondok adalah penjara.

Berbeda jika berhati lapang, berpikir positif, dan berpandangan luas, pasti Anda akan meyakini bahwa hidup di Pondok laksana di surga. Di sana-sini yang terdengar adalah bacaan Al Qur’an, istighfar dan dzikir. Dilindungi dari sumber-sumber maksiat. Dijauhkan dari hiruk pikuk dunia yang melelahkan. Tidak mengerti sama sekali dengan isu-isu politik dan gosip selebritis. Pondok adalah surga.

Bukankah demikian Rasulullah ﷺ menyebutnya?

إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا

Jika kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan penuh cinta!”.

Para sahabat bertanya, “ Apakah itu taman-taman surga?”. Rasulullah bersabda, “ Halaqah-halaqah dzikir”. HR Tirmidzi 3510

Ibnul Qayyim (Al Miftah) menukil ucapan Atha’, “ (yaitu) majlis-majlis yang menerangkan halal haram, tatacara jual beli, puasa, salat, sedekah, menikah, talak, dan haji”

Apakah Pondok identik dengan kemproh (kotor)? Ya tergantung Anda merespon.

Jika Anda suka melihat-lihat tumpukan sampah, jika Anda senang memperhatikan got, jika Anda berlama-lama di kamar mandi/WC, jika Anda berteman dengan oknum santri yang pola hidupnya kotor, jika Anda malas bersih-bersih, jika Anda tertidur ketika pelajaran tentang Islam adalah agama yang memperhatikan kebersihan, wajarlah jika Anda mengatakan Pondok itu kemproh.

Bagi kami, di Pondok kami belajar banyak hal tentang kebersihan. Kami diwajibkan bersuci sebelum salat. Kami dijadwalkan mandi secara tertib. Kami diajari untuk menjaga bau mulut dengan sikat gigi bahkan bersiwak. Kami diajarkan untuk menggunakan pakaian terbaik dengan berminyakwangi.

Jangan tanya tentang piket kebersihan! Full piket kebersihan. Ada piket asrama, piket kamar mandi, piket masjid, piket dapur, piket halaman, ada piket kebersihan harian, ada piket kebersihan pekanan, bahkan ada bersih-bersih dengan skala besar.

Belum lagi sweeping dadakan! Mulai cek kuku sampai cek gigi. Cek baju dan buku. Cek ruang tidur dan ruang belajar. Di Pondok lah kami mengerti arti penting kebersihan.

Di Pondok kami mempelajari hadis Nabi ﷺ yang pernah melihat seseorang bajunya kotor. Beliau bersabda;

أَمَا كَانَ هَذَا يَجِدُ مَاءً يَغْسِلُ بِهِ ثَوْبَهُ

Apakah orang itu tidak mendapatkan air untuk mencuci bajunya?” HR Abu Dawud 4062.

Di Pondok lah kami membaca hadis : “ Rasulullah ﷺ memerintahkan agar masjid-masjid dibersihkan dan diwangikan” HR Ahmad 26.386

Di Pondok lah kami membaca sabda Nabi ﷺ :

طَهِّرُوا أَفْنِيَتَكُمْ، فَإِنَّ الْيَهُودَ لَا تُطَهِّرُ أَفْنِيَتَهَ

Bersihkanlah halaman-halaman rumah kalian! Sungguh, kaum Yahudi tidak membersihkan halaman rumah mereka “ HR At Thabrani 4057.

Ya, di Pondok kami tidak hanya mengerti tentang kebersihan fisik dan lingkungan. Di Pondok kami juga belajar untuk menjaga kebersihan hati dan jiwa. Maka, santri yang hatinya bersih tentu akan senang bersih-bersih. Jika ada potret kemproh (kotor) di lingkungan Pondok, ia berusaha secara nyata bagaimana menghilangkan potret kemproh itu.
Bukan menuduh, “ Pondok sama sekali tidak mengajarkan kebersihan-kerapian diri dan lingkungan”!. Kalau hanya menuduh, mungkin hatinya yang kemproh.

Lendah, 10 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(327)

Pondok : Masa Depan Kami (III)

Masa depan? Apa yang engkau maksud masa depan? Di hari tua atau di hari kiamat? Kalau masa depan adalah masa tua, izinkan saya bercerita sedikit di bawah ini.

15 Ramadhan kemarin. Hari Sabtu menjelang siang. Saya diundang untuk berbicara tentang konsep sahur dan berbuka puasa di Wisma Kagama UGM. Tepat di sebelah timur Bundaran UGM, Yogyakarta.

Puluhan peserta, hampir semuanya adalah pensiunan civitas UGM (Universitas Gajah Mada). Banyak yang doktor, ada yang sudah professor. Saat aktif, ada yang dosen biasa, ada yang juga dekan fakultas.

Ya, puluhan orang-orang lanjut usia. Antara 60 sampai 80-an tahun. Kakek-kakek dan nenek-nenek. Mereka yang semasa muda adalah orang-orang hebat dan ahli di bidangnya. Para akademisi, peneliti, dan pegiat pendidikan di kampus. Kini mereka disatukan oleh sebuah komunitas sosial.

“ Walaupun usia kami sudah tua, tentang agama kami masih harus banyak belajar “, tutur ketua Panitia, yang sempat menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Keuangan UGM tahun 1996-2000.

Seorang peserta, yaitu Drs Edi M.Phil, Ph.D, peneliti di bidang Pertanian yang dulunya menempuh study S2 dan S3 di Australia, kini usianya hampir 80 tahun, sehari-hari aktif mengikuti program bahasa Arab online berbasis Al Qur'an. Saya pernah berkunjung ke rumah Beliau. Luar biasa! Allahumma baarik. Beliau sudah sampai Bab Tamyiiz, sebuah bab-bab akhir dalam ilmu Nahwu.

Saya kira, cerita di atas sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan, bahwa ada orang berfikir masa depan itu jika bisa bersenang-senang dengan fasilitas duniawi. Apabila uang banyak dimiliki. Apabila wasasannya luas tentang ilmu dunia. Apabila sudah berkeliling ke berbagai benua, mengejar pengetahuan umum.

Namun, Alhamdulillah, tidak sedikit yang akhirnya sadar di masa-masa tuanya, bahwa ilmu yang membuat tenang dan damai, ilmu yang sesungguhnya, ilmu yang akan bermanfaat saat mau tidak mau berjumpa dengan Allah, adalah ilmu agama.

Di alam kubur, semua akan ditanya, “ Siapa Rabb mu? Apa agamamu? Siapa nabi mu? “.

Celaka dan merugilah seorang hamba ketika ditanya 3 pertanyaan di atas, ia tak mampu menjawab. Ia hanya bersuara di setiap pertanyaan, “ Haah, haah, haah. Saya tidak tahu”.

Adapun orang beriman menjawab, “ Allah Rabb ku, Islam agamaku, dan Muhammad nabiku”. Ketika malaikat bertanya, “ Darimana engkau mengetahui?”. Ia menjawab;

قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ

Aku membaca Kitabullah (Al Qur’an). Aku pun beriman dan membenarkan “ HR Abu Dawud 4753 dari sahabat Al Bara’ bin ‘Azib.

Duhai berbahagialah engkau yang sejak kecil duduk bersimpuh di hadapan Kitabullah. Engkau benar-benar sedang mempersiapkan diri untuk masa depan. Masa depan dalam arti masa tua, dan masa depan dengan makna kehidupan setelah kematian. Itulah hakikat masa depan!

Rasa hormat dan pengakuan terdalam untukmu yang bersabar membaca dan menghafalkan ayat-ayat Kitabullah. Engkau sungguh-sungguh mengerti tentang arti masa depan. Sebab, engkau sedang mempersiapkan diri menjawab pertanyaan-pertanyaan di alam kubur.

Saya sangat terkesan dengan unggahan status seorang kawan yang kaya raya. Punya tanah dimana-mana. Punya macam-macam usaha. Punya banyak kendaraan bermotor. Saya sudah minta izin untuk menukilnya di sini. Status yang menggambarkan harapan sekaligus penyesalan. Harapan agar anak-anaknya semangat belajar agama, penyesalan kenapa dirinya tidak dari dahulu serius belajar agama.

“ Ayah, walaupun belajar di Pondok tidak menjanjikan jabatan dan penghasilan berlimpah. Namun, kami diajarkan bagaimana membela kedua orang tua kami di akhirat kelak. Di saat uang dan jabatan tidak mampu menolong “.

Lendah, 11 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(328)

Pondok : Masa Depan Kami (IV)

Saya tidak setuju pernyataan seorang penulis, “Sampai detik ini, aku masih tetap akan bilang bahwa sampai hari ini pondok sama sekali bukan tempat yang baik untuk membangun : Pola pikir, karakter, mental, akhlak, integritas, dan lain-lain. Pondok tidak mengajarkan dan tidak menanamkan itu “.

Kitab Riyadhus Salihin karya An Nawawi, satu contoh saja. Kurang apa kitab ini mengajarkan tentang pola pikir, karakter, mental, akhlak, dan integritas?

Dengan 1879 hadis yang disusun menjadi 17 judul utama dan 265 bab, Riyadhus Salihin menjadi literatur terdekat, familiar, dan menjadi semacam kajian wajib di Pondok.

Sejak kecil, bahkan masih di usia dini, santri-santri telah ditanamkan nilai-nilai kebajikan itu! Anak-anak kecil di Pondok sudah menghafal hadis Nabi ﷺ beserta artinya :

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وإِذَا آؤْتُمِنَ خَانَ

Tanda orang munafik ada tiga; jika bicara berdusta, jika berjanji mengingkarinya, dan jika diberi kepercayaan malah mengkhianatinya “. HR Bukhari Muslim.

Paling tidak hadis di atas diulang 4 kali dalam Riyadhus Salihin! Bab 25: Perintah Menunaikan Amanah, Bab 86 : Menepati Kesepakatan dan Menunaikan Janji, Bab 260: Haramnya Berdusta, dan Bab 277 ; Haramnya Berkhianat.

Jika hadis di atas bukan pembelajaran integritas, integritas apa dan mana lagi yang dimaukan? Adakah moral dan akhlak yang lebih indah dari untaian sabda Nabi ﷺ di atas? Walhamdulillah, santri masih kecil pun menghafal hadis ini!

Ambil satu contoh, yaitu menepati janji. Inilah integritas yang telah terkikis hingga menemukannya seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Bahkan, sekalipun terhadap musuh, integritas ini dijunjung tinggi-tinggi.

Imam Muslim (1787) meriwayatkan kisah Khudzaifah dan ayahnya yang tertangkap pasukan Quraisy. Mereka berdua dibebaskan namun dengan janji tidak akan membantu kaum muslimin dalam perang Badar. Ketika mereka bertemu Nabi Muhammad ﷺ yang sedang menuju Badar, hal itu diceritakan.
Sabda Nabi ﷺ:

انْصَرِفَا نَفِي لَهُمْ بِعَهْدِهِمْ وَنَسْتَعِينُ اللهَ عَلَيْهِم

Lanjutkan perjalanan kalian ke Madinah! Kita tepati janji dengan mereka. Kita memohon bantuan dari Allah Ta’ala”.

Abu Dawud (2758) meriwayatkan kisah Abu Rafi’ yang menjadi duta Quraisy untuk menyampaikan pesan kepada Rasulullah ﷺ.

Setibanya di Madinah dan bertemu langsung Rasulullah ﷺ , Abu Rafi’ malah tertarik masuk Islam, bahkan bersumpah, “ Wahai Rasulullah, demi Allah, sungguh saya tidak ingin kembali kepada mereka”.

Beliau ﷺ bersabda;

إِنِّي لَا أَخِيسُ بِالْعَهْدِ وَلَا أَحْبِسُ الْبُرُدَ، وَلَكِنِ ارْجِعْ فَإِنْ كَانَ فِي نَفْسِكَ الَّذِي فِي نَفْسِكَ الْآنَ فَارْجِعْ

Sungguh, saya bukan tipe orang yang menyelisihi perjanjian, juga bukan tipe orang yang menahan duta utusan. Namun, kembalilah engkau kepada mereka. Jika ternyata di dalam dirimu masih sama dengan apa yang ada pada dirimu sekarang, barulah kembalilah engkau kemari

Benar! Setelah Abu Rafi’ pulang kepada Quraisy untuk melaporkan hasil tugasnya, Abu Rafi’ kembali Madinah untuk menyatakan Islam.

Inilah integritas yang diajarkan di Pondok-Pondok. Jangankan kepada kawan, janji kepada lawan pun tetap ditepati. Jangankan kepada teman, kepada musuh sekalipun kejujuran selalu dikedepankan. Jangankan di saat-saat damai, bahkan di situasi perang pun nilai-nilai amanah diperjuangkan.

Wahai, Santri-santriwati, di Pondok, selamat berjuang menjadi insan bermoral, berakhlak, dan berintegritas!

Lendah 12 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(329)

Pondok : Masa Depan Kami (V / Penutup)

...
(329)

Pondok : Masa Depan Kami (V / Penutup)

Pondok adalah ladang untuk menabur benih-benih kebaikan. Di Pondok, terbuka kesempatan menyemai amalan saleh. Dan di Pondok lah, kita menebar bibit-bibit kebajikan.Hal ini tidak hanya berlaku untuk santri. Siapapun hendaknya terpanggil.

Konsekuensi di dunia adalah bagaimana bertahan hidup. Dengan bekerja, kita makan minum dan memenuhi kebutuhan lainnya. Namun, jangan lupakan akhiratmu! Di Pondok lah kita membentangkan jembatan menuju surga.

Apa yang bisa dilakukan? Di Pondok masih banyak kekurangan yang mesti dibenahi.

Jika ada yang bertanya, apa kekurangan di Pondok? Bila Anda menyebut 1 kekurangan di Pondok, maka saya bisa menyebut setumpuk kekurangan. Nah, di situlah kesempatan beramal terbuka. Di situ peluang mendulang pahala.

Pondok bukannya anti kritik. Guru-guru kami juga tidak phobi dengan saran dan masukan. Justru di Pondok kami belajar bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Tiap-tiap orang punya kekurangan.

Namun jangan lupa, bahwa kita pun berkewajiban untuk menutup aib dan tidak mengumbarnya. Kita berkeharusan untuk memperbaiki, bukan malah merubuhkannya.

Ambil contoh aspek kebersihan. Iya, di manapun, tidak hanya di Pondok, kebersihan mesti dijaga dan diperhatikan.

Apabila melihat sesuatu yang kotor, jangan hanya bicara, jangan hanya marah-marah, jangan hanya mencela, dan jangan hanya pergi sambil menggerutu. Apalagi hanya menyalah-nyalahkan orang lain.

Bukhari (406) dan Muslim (547) meriwayatkan hadis Ibnu Umar bahwa Rasulullah ﷺ pernah melihat ludah di dinding kiblat. Beliau lalu membersihkannya kemudian menghadap ke arah sahabat-sahabatnya dan bersabda :

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقْ قِبَلَ وَجْهِهِ، فَإِنَّ اللهَ قِبَلَ وَجْهِهِ إِذَا صَلَّى

Jika kalian salat, janganlah meludah ke arah depan. Sungguh, Allah di arah wajahnya jika ia salat “.

An Nawawi (Syarah Muslim) memberikan judul untuk hadis di atas “ Larangan meludah di masjid, baik saat salat maupun di luar salat “

Subhaanallah! Rasulullah ﷺ mengajarkan langkah-langkah bagaimana seharusnya jika melihat sesuatu yang kotor.

Pertama; aksi langsung untuk membersihkan. Tidak menunggu atau memerintah orang lain. Intinya adalah memberikan contoh.

Kedua; mengingatkan dan mengajak orang lain untuk sama-sama ikut andil memperhatikan kebersihan.

Jadi, kalau menilai di Pondok aspek kebersihan kurang terperhatikan, atau melihat sisi-sisi kotor, bukannya mencela, namun berpikir yang disertai aksi nyata untuk bagaimana memberikan solusi.

Misalnya, berinisiatif untuk membantu pengadaan fasilitas kebersihan seperti sapu, tong sampah, atau semisalnya. Atau siap memberikan hadiah bagi santri pegiat kebersihan. Atau memfasilitasi acara edukasi hidup bersih oleh tim kesehatan. Atau menyumbang media yang berisi petunjuk hidup bersih. Atau sumbangsih lainnya.

Jujur saja bahwa banyak kebaikan yang telah kita peroleh selama di Pondok. Satu saja sudah cukup sebagai alasan untuk kita membalas kebaikan dengan kebaikan.

Di saat kita belajar huruf-huruf hijaiyah, melafalkan dengan benar, sampai bisa membaca Al Qur’an dengan baik, bukankah kebaikan ini sangat istimewa?

Maka, jadilah insan yang berintegritas yaitu membalas kebaikan dengan kebaikan. Karena sudah banyak kebaikan didapat di Pondok (jangan hanya melihat sisi kekurangannya!), maka berikanlah hal yang baik untuk Pondok juga.

Allah berfirman :

وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

Dan janganlah kalian melupakan kebaikan di antara kalian “ QS Al Baqarah ;237

Lendah, 17 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(330)

Menjadi Suluh Tanpa Mengeluh

Ada masa ketika futur merata. Futur adalah kejenuhan untuk berbuat baik. Lemas dan tidak bertenaga. Kehilangan motivasi. Malas beribadah. Bingung ingin berbuat apa.

Futur adalah kegelapan. Futur jangan dibiarkan. Sebab, kegelapan di dunia membawa pada kegelapan di akhirat.

Ketika futur datang, jangan hanya menunggu siapa yang bakal menyemangati! Jangan rela menjadi bagian dari sisi kegelapan. Jadilah penerang walau setitik bagai suluh.

Zaman dahulu, suluh seringkali dibuat dari daun kelapa kering. Dibakar. Menjadi obor.

Berbuat baik bukan dengan saling menunggu siapa yang memulai. Berbuat baik itu dengan berlomba-lomba siapa yang paling di depan. Lillahi Ta’ala, tentunya.

Contohlah sahabat Nabi ﷺ yang bersedekah pertama lalu diikuti sahabat-sahabat lainnya. Sampai-sampai wajah Nabi Muhammad ﷺ berseri-seri karena bahagianya.

Contohlah sahabat Nabi ﷺ yang sendirian maju ke depan ke barisan musuh lalu gugur.

Contohlah Ibnu Abbas yang sekalipun teman sebayanya menolak, Ibnu Abbas tetap thalabul ilmi kepada sahabat-sahabat Nabi yang tua.

Jadilah cahaya walau setitik! Sebab, setitik cahaya sekalipun akan menerangi di pekatnya kegelapan.

Berikan pengaruh positif di sekitarmu, berusahalah menginspirasi yang lain, dan jangan pesimis untuk menghadirkan harapan.

Kata-kata yang baik adalah cahaya. Sikap yang baik pun cahaya. Bahkan, satu senyuman saja akan menjadi cahaya. Jangan remehkan!

Rasulullah ﷺ bersabda:

لا تَحْقِرَنَّ مِنَ المَعروفِ شيئًا، ولو أنْ تَلْقَى أخاكَ بوَجْهٍ طَلْقٍ

" Jangan remehkan kebaikan sekecil apapun itu! Walau dengan wajah berseri-seri saat engkau berjumpa saudaramu " HR Muslim 2626

Jadilah inspirasi kebaikan! Berikan dukungan kepada mereka yang kesusahan. Semangati mereka yang sedang kesulitan. Sampaikan bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Bi idznillah

Sekalipun tidak ada bantuan yang bisa diberikan, minimalnya dengarkan ceritanya dengan empati.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنكُم أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ

" Barangsiapa mampu memberi manfaat untuk saudaranya, maka lakukanlah " HR Muslim 2199

Jadilah suluh tanpa mengeluh! Di saat orang lain tidak ikut andil, jangan mengeluh. Ketika yang berta'awun hanya sedikit orang, jangan mengeluh. Sewaktu kerjabakti tidak banyak yang hadir, jangan mengeluh. Ketika peserta taklim sepi, jangan mengeluh.

Di saat engkau merasa sendiri dalam kepanitiaan, jangan mengeluh. Ketika seolah-olah beban Pondok ditumpuk di bahumu, jangan mengeluh. Sewaktu engkau mengajak-ajak namun tidak direspon, jangan mengeluh.

Tetaplah menjadi suluh tanpa mengeluh!

Ikuti dan contohlah Nabi Muhammad ﷺ yang difirmankan Allah sebagai:

وَدَاعِياً إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُنِيراً

" Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi "

Apabila futur datang, baca dan bacalah berulang-ulang perjuangan Nabi Muhammad ﷺ di awal-awal Islam. Beliau yang sendiri. Beliau yang sembunyi-sembunyi. Beliau yang tak kenal lelah. Beliau yang tak sekalipun mengeluh. Beliau yang menjadi cahaya penerang dalam kegelapan.

Ibnul Qayyim (Ijtima' Juyusy 2/35) berkata, " Allah Ta’ala menamakan kitab Nya dengan cahaya, Rasul Nya cahaya, agama Nya cahaya, hidayah Nya cahaya. Di antara nama-nama Nya adalah Cahaya, salat pun cahaya "

Jadilah cahaya walau setitik bagai suluh di kegelapan!

Senin, 21 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(331)

Lanskap Bening Kesabaran

Jika problematika manusia diumpamakan air keruh dan likat, maka kesabaran menjadi beningnya lanskap kehidupan.

Saat masalah bertumpuk-tumpuk saling membelit dan seakan tak ada ujung pangkalnya, hati menjadi gelap tak bercahaya.

Ketika beban pikiran seperti lorong-lorong labirin yang cabang dan titik-titik temu jalannya membingungkan, di situlah bagai berada di malam dua puluh tujuh yang kelam.

Hamba mesti sadar bahwa dia tidak semestinya berada di posisi seperti itu.

Iya, punya masalah itu berat. Mengalami musibah itu beban. Ibnul Qayyim menyebut 16 langkah yang bisa ditempuh agar yang gelap menjadi terang dan yang keruh kembali bening.

Di artikel ini, kita sedikit menyinggung langkah yang ke- empat.

Ibnul Qayyim (Zaadul Ma'ad) menulis, " Ingatlah bahwa, " Di setiap lembah, selalu ada kabilah Bani Sa'ad ".

Kalimat di atas pepatah Arab. Diucapkan pertama kali oleh Al Adh-bath bin Qurai' bin Auf kemudian tersebar luas. Al Adh-bath sendiri adalah tokoh terkemuka kabilah Bani Sa'ad.

Ceritanya; Al Adh-bath kecewa dan tersinggung dengan sikap masyarakat Bani Sa'ad yang meremehkan dan tidak menghargainya. Al Adh-bath pun pergi sejauh-jauhnya.

Ke kabilah manapun pergi dan di manapun kampung berada, Al Adh-bath menemukan kenyataan bahwa selalu saja ada orang-orang yang meremehkan dan tidak menghargai.

Al Adh-bath memutuskan pulang kampung. Katanya, " Ternyata, aku harus menerima bahwa manusia sama saja". Lanjutnya, " Di setiap lembah, selalu ada kabilah Bani Sa'ad "

Artinya, sudah seperti itulah sunnatullah di atas muka bumi. Selalu ada masalah, selalu ada cobaan, dan terus menerus ujian menerpa.

Tidak ada yang dikecualikan, termasuk hamba-hamba Allah yang beriman. Bahkan, semakin tinggi kualitas iman maka semakin berat ujiannya. Bukankah demikian?

Kata Ibnul Qayyim, " Silahkan menoleh ke kanan, bukankah ia tidak melihat kecuali cobaan? Kemudian lihatlah ke kiri, bukankah ia tidak menyaksikan kecuali kekecewaan? "

Ibnul Qayyim menegaskan," Andaikan ia memeriksa seluruh dunia, ia tidak akan menemukan kecuali orang-orang yang mengalami cobaan, yaitu kehilangan yang dicintai atau mengalami hal yang dibenci "

Namun, " Kepedihan dunia hanya bagaikan mimpi tidur atau bayang-bayang benda yang pasti hilang ", pungkas Ibnul Qayyim.

Perlu diingat juga bahwa cobaan tidak selalu berbentuk kesulitan dan kesusahan. Kemudahan dan kebahagiaan pun wujud cobaan. Allah Ta’ala berfirman;

وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً

" Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan " QS Al Anbiya; 35

Ibnu Katsir memberi tafsir, " Kadang-kadang Kami menguji kalian dengan musibah, kadang-kadang Kami juga menguji kalian dengan limpahan nikmat. Supaya kami melihat siapa yang bersyukur, siapa yang kufur. Siapa yang bersabar, dan siapa yang putus asa"

Marilah mendamaikan hati dengan sabda Nabi Muhammad ﷺ berikut ini :

فيُبتلى الرَّجلُ على حسْبِ دينِه، فإن كانَ في دينهِ صلبًا اشتدَّ بلاؤُهُ، وإن كانَ في دينِهِ رقَّةٌ ابتليَ على حسْبِ دينِه، فما يبرحُ البلاءُ بالعبدِ حتَّى يترُكَهُ يمشي على الأرضِ ما عليْهِ خطيئةٌ

" Hamba diuji sesuai kualitas agamanya. Jika pada agamanya ada kekuatan, ujiannya semakin berat. Bila pada agamanya ada kelemahan, ia diuji sesuai kadar agamanya itu. Cobaan akan selalu dihadapi hamba, sampai ia dibiarkan berjalan di atas bumi tanpa ada dosa yang membebani " HR Tirmidzi no.2398 dari sahabat Sa'ad bin Abi Waqqash.

Ya, karena di setiap cobaan, ia memandangnya di lanskap bening kesabaran.

Jum'at 25 April 2025. Memandang Rammang-Rammang

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(332)

Bederma Bagai Bintang Kejora

Ibnu Katsir yang menyebutkan kisah berikut dari riwayat Al Haitsam bin Adi. Dalam kitab Al Bidayah wan Nihayah jilid 8. Pada biografi Qais bin Sa'ad.

3 orang berdebat di dekat Ka'bah: Siapa orang paling dermawan di masa itu?

Seorang bilang: Abdullah bin Jakfar. Satunya berkata: Qais bin Sa'ad. Orang ketiga berpendapat: 'Arabah Al Ausi.

Mereka bertengkar sampai masing-masing suaranya meninggi.

Ada yang menengahi, " Sudahlah. Masing-masing menemui orang yang dipilihnya, yang ia anggap paling dermawan dibanding lainnya. Cek apa yang ia berikan sehingga bisa dinilai langsung".

Orang pertama menemui Abdullah bin Jakfar. Rupanya Abdullah sedang bersiap-siap berangkat bekerja. Kakinya sudah diletakkan di sanggurdi (pijakan kaki) untuk naik untanya.

" Wahai, keponakan Rasulullah. Saya seorang Ibnu Sabil yang kehabisan bekal ", ujar orang itu.

Abdullah langsung mengeluarkan kaki dari sanggurdi.

Abdullah berkata, " Letakkan kakimu di sanggurdi ini! Berkendaralah dengan unta ini! Unta ini beserta apa yang ada padanya sekarang milikmu. Ambillah uang yang ada di kantong. Jangan lalai dengan pedang di situ. Itu pedang peninggalan Ali"

Orang pertama kembali ke dekat Ka'bah sambil membawa satu ekor unta yang besar, tas yang ternyata berisi 4.000 dinar, perlengkapan berkendara, termasuk sebilah pedang.

Orang kedua menemui Qais bin Sa'ad. Ternyata Qais sedang tidur. Budak perempuan Qais bertanya tujuannya yang dijawab, " Saya seorang Ibnu Sabil yang kehabisan bekal"

" Keperluanmu terlalu ringan untuk membangunkan Tuan. Ambil kantong ini. Isinya 700 dinar. Hari ini, di rumah Qais tidak ada uang tersisa kecuali ini. Pergilah ke kandang unta milik Tuan kami dan ambil satu ekor unta dan satu budak untukmu. Lanjutkan perjalananmu semoga menyenangkan ", kata si budak perempuan.

Setelah Qais bangun, budak perempuan itu melapor. Qais memerdekakan budak perempuannya sebagai apresiasi atas tindakannya.

Qais berkata, " Kenapa engkau tidak membangunkan saya? Saya bisa memberikan bekal yang mencukupi hidupnya. Takutnya yang engkau berikan belum cukup untuk keperluannya"

Orang ketiga menemui 'Arabah Al Ausi. Saat itu ' Arabah sedang keluar dari rumah menuju masjid untuk salat sambil dituntun 2 budaknya. 'Arabah sudah buta.

Orang itu menyapa, " Wahai, 'Arabah". " Silahkan bicara ", kata ' Arabah. Orang itu berkata, "Saya seorang Ibnu Sabil yang kehabisan bekal".

'Arabah langsung melepaskan pegangan 2 budaknya. Kemudian berkata, " Duh, duh. Demi Allah, setiap pagi dan sore, hak-hak harta milik ' Arabah tidak ada yang aku lewatkan sedikit pun. Namun, ambil 2 budak ini untukmu!".

Orang itu menjawab," Saya tidak mau "

" Kalau kamu tidak mau, 2 budak ini statusnya merdeka. Silahkan mau engkau terima lalu engkau merdekakan atau engkau ambil sebagai budak ", kata ' Arabah.

Orang ketiga pergi membawa 2 budak milik 'Arabah.

'Arabah melanjutkan perjalanan ke masjid sambil meraba-raba dinding.

_

Maka, siapakah dari mereka bertiga yang paling dermawan?

Siapapun nama yang Anda sebut, tetap saja mereka bertiga adalah bintang kedermawanan yang bersinar terang di zamannya.

Substansinya adalah mari kita melatih anak-anak kita untuk bersifat dermawan. Dan orang tua adalah contohnya.

_

Al Haitsam bin Adi yang meriwayatkan kisah di atas mengatakan :

Orang-orang pun mengakui bahwa :

1. Abdullah bin Jakfar sangat dermawan karena telah bederma dengan jumlah yang besar.

2. Qais bin Sa'ad dermawan besar bahkan berhasil mendidik budaknya untuk dermawan. Sampai-sampai budak itu dimerdekakan.

3. 'Arabah Al Ausi yang paling dermawan. Karena ia bederma dengan semua yang dipunya.

Tanah Abang, 27 April 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
Tentang Dzikir

لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ

Dzikir ini efeknya sangat menakjubkan. Saat menghadapi masalah-masalah berat, menanggung beban sulit, menemui para raja atau orang yang ditakuti, dan di saat-saat menakutkan. Efek dzikir ini begitu mengagumkan untuk menolak kefakiran " (Ibnul Qayyim, Al Wabilus Shayyib, hal 187)

https://www.tg-me.com/Donasi_Pusdiklatmu
Hakikat Pengetahuan dan Pencapaian

" Sekalipun seseorang memiliki wawasan tentang apapun, namun ia tidak mengenal Rabb nya, maka ia sama saja tidak mengetahui apa-apa "

" Andai seseorang mampu memiliki semua hal yang ada di dunia ini, kelezatan, dan kepuasan-kepuasannya, sementara ia belum memperoleh cinta kepada Allah, rindu kepada Nya, dan merasa damai dengan Nya, maka artinya ia belum mendapat sedikit pun kelezatan, kenikmatan, dan penyejuk mata "

(Ibnul Qayyim. Ighatsatul Lahafan 1/112).

https://www.tg-me.com/Donasi_Pusdiklatmu
(333)

Ketika Apa Yang Di Doa Tak Kunjung Tiba

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin yang rutin dihadirkan sebagai pemateri kajian radio Nur 'Alad Darb di Arab Saudi, pernah ditanya pendengar, " Kita sudah sering berdoa. Kita selalu memohon kepada Allah. Namun, kenapa Allah tidak juga mengabulkan doa kita? Menurut Anda, apa sebabnya? " (Edisi 167 a).

Al Utsaimin menjelaskan bahwa doa yang mustajab (dikabulkan) adalah doa yang memenuhi syarat.

Pertama : Ikhlas. Artinya, saat berdoa ia benar-benar menghadirkan hati. Sungguh-sungguh bersandar kepada Allah. Yakin bila Allah maha mampu mengabulkan doanya. Ia berbesar harapan.

Kedua; ketika berdoa ia sadar sesadar-sadarnya bahwa ia sangat bergantung kepada Allah Ta'ala. Ia yakin bahwa hanya Allah satu-satunya yang mampu mengabulkan doa.

Kalau berdoa, tapi ia merasa biasa-biasa saja. Seolah-olah ia tidak membutuhkan. Maka, doa semacam ini tidak layak dikabulkan.

Ketiga; ia harus menjauhi dan membersihkan diri dari makanan yang haram, minuman yang haram, dan pakaian yang haram.

Syaikh Al Utsaimin menekankan, " Jika syarat-syarat diatas sudah terpenuhi, tapi Allah belum mengabulkannya juga, tentu ada hikmah yang Allah maha mengetahuinya. Dia yang berdoa tidak mengetahuinya ".

Kemudian Syaikh menyebutkan firman Allah :

وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ

" Maka boleh jadi, kalian mencintai sesuatu padahal hal itu justru keburukan bagi kalian ". QS Al Baqarah 216

Syaikh selanjutnya menjelaskan bahwa jika syarat-syarat dikabulkannya doa sudah terpenuhi, tapi belum dikabulkan, maka ada 2 kemungkinan:

Pertama; Allah menjauhkan dia dari keburukan yang lebih besar.

Kedua; Allah menyimpannya di akhirat untuknya dalam bentuk pahala yang lebih besar.

Apa yang Beliau sampaikan berdasarkan hadis Abu Said Al Khudri yang disahihkan Al Albani (Shahih Al Adabul Mufrad 710).

Rasulullah ﷺ bersabda:


ما من مسلِمٍ يَدعو ، ليسَ بإثمٍ و لا بِقطيعةِ رَحِمٍ إلَّا أَعطَاه إِحدَى ثلاثٍ : إمَّا أن يُعَجِّلَ لهُ دَعوَتَهُ ، و إمَّا أن يَدَّخِرَها لهُ في الآخرةِ ، و إمَّا أن يَدْفَعَ عنهُ من السُّوءِ مِثْلَها

" Tidaklah seorang muslim berdoa, tidak ada unsur dosa atau memutus silaturahmi, melainkan Allah memberikan untuknya satu dari 3 hal. Bisa dengan disegerakan doanya terkabul. Bisa dengan disimpan untuknya di hari akhirat. Atau Allah menjauhkan keburukan yang semisal darinya ".

Karenanya, seorang hamba tidak boleh berkecil hati dan jangan sampai bosan. Berdoalah karena berdoa itu tidak ada ruginya.

Berdoa itu sendiri adalah ibadah. Allah yang memerintahkan. Semakin sering berdoa, Allah semakin cinta.

Tidak perlu kuatir doanya tidak dikabulkan. Asalkan syarat-syarat terpenuhi, doanya pasti diterima oleh Allah. Kalaupun di dunia tidak terwujud, bukankah itu berarti tabungan pahalamu bertambah-tambah?

Benar kata sahabat Umar, " Aku tidak pernah ragu doa dikabulkan. Justru yang aku takutkan, hilangnya kemauan untuk berdoa ".

Berdoalah kepada Allah!

05 Mei 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
(334)

Bertambah Umur, Bertambah Manis

Abul Wafa' Ibnu Aqil, ulama besar yang wafat tahun 513 H, mengatakan, " Sungguh, aku merasakan semangatku thalabul ilmi di usia 80- an tahun, lebih menyala dibandingkan ketika saya masih berusia 20- an tahun ".

Sebagai catatan, Abul Wafa' berusia 83 tahun ketika meninggal dunia. Artinya, sampai tahun-tahun mendekati ajal, Beliau tetap berthalabul ilmi. Bahkan, semangatnya bertambah-tambah seiring usia yang terus menua.

Catatan berikutnya, Abul Wafa' sejak kecil telah menjalani thalabul ilmi dan menjadi penulis yang produktif. Al Funun, kitab karya beliau, mencapai ratusan jilid bahkan ada yang menyebutnya 800 jilid.

Ibnul Jauzi, ulama besar lainnya, masih semangat belajar ilmu Qiraat Al Qur'an di usia yang masuk 80- an tahun. Adz Dzahabi berpesan kepada kita, " Perhatikan semangat yang begitu tinggi ini!".

Subhaanallah! Ini sangat luar biasa. Kenapa usia yang semakin menua dan umur yang terus bertambah bukan menjadikan sebab berkurangnya semangat thalabul ilmi? Kenapa ya?

Rupa-rupanya, ilmu punya rasa. Rasanya manis. Semakin lama semakin manis. Waktu berlalu, membuat ilmu manis terlalu. Bahkan, puncak manisnya ilmu adalah di saat-saat sakaratul maut. Bukankah banyak ulama yang meninggal dunia dalam keadaan sedang belajar?

Ibnul Jauzi (Shaidul Khatir hal 197) menulis, " Demi Allah, saya tidak pernah mengenal orang dengan kedudukan terhormat, telah memperoleh macam-macam kelezatan yang tidak mungkin dicapai orang lain, kecuali para ulama yang ikhlas, seperti Al Hasan, Ahmad, dan Sufyan...Sungguh, lezatnya ilmu selalu bertambah lezat di atas kelezatan"

Ibnul Jauzi (Shaidul Khatir hal 165) mengenang, " Sungguh, ketika awal-awal thalabul ilmi, saya mengalami berbagai macam kesulitan yang menurutku justru rasanya lebih manis dibandingkan madu ".

Ibnul Jauzi bercerita tentang contoh kesulitannya ketika tidak ada makanan kecuali roti kering dan keras. Agar bisa dimakan, roti itu dicelupkan di air sungai 'Isa. Secuil roti dimakan harus segera minum seteguk air sungai.

" Semangatku tidak melihatnya kecuali sebagai sebuah kelezatan demi menuntut ilmu ", pungkas Ibnul Jauzi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Majmu' Fatawa 14/162) yang sampai wafat pun masih bersemangat thalabul ilmi menerangkan, " Tidak ragu sedikit pun bahwa lezatnya ilmu mengalahkan semua kelezatan yang ada. Kelezatan yang tetap dirasa walaupun telah mati, bermanfaat di akhirat, adalah lezatnya ilmu tentang Allah dan mengamalkannya, yaitu beriman kepada- Nya "

Jika merenungkannya, maka mudah difahami sebabnya.

Ilmu rasanya manis. Menuntut ilmu memberikan kelezatan tiada tara. Sementara kehidupan dunia penuh kesulitan, kekecewaan, dan kepahitan. Semakin lama hidup, pahitnya semakin bertambah. Di saat-saat itu, ilmu semakin memanis dan menuntut ilmu bertambah melezat.

Jika mengalami yang sebaliknya, yaitu ketika ilmu dirasa pahit dan menuntut nya dianggap sulit, maka periksa kembali perangkat menuntut ilmu, barangkali ada yang rusak. Utamanya hati, cobalah teliti kembali, jangan-jangan hati yang belum bisa ikhlas? Sebab, bukan gula yang tidak manis, lidah lah yang tak berfungsi baik.

Ibnul Qayyim (Ad Dau wad Dawa hal 239) berkata, " Adakah kelezatan dan kenikmatan yang melebihi baiknya hati, lapangnya dada, mengenal Allah Ta’ala, mencintai- Nya, dan melakukan sesuai dengan kehendak Nya? Bukankah hakikat hidup itu dengan hidupnya hati yang selamat? "

Marilah saling memberi semangat untuk menua di jalan thalabul ilmi.

15 Dzulqa'dah 1446 H

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
Forwarded from Pusdiklatmu Media
Bismillahirrahmanirrahim

⭐️ Semoga Allah mudahkan segala urusan kita semua. Insya Allah Pusdiklatmu Media akan menerbitkan buku ke VI dari rangkaian artikel Anak Muda dan Salaf. Memuat kurang lebih 58 artikel yang telah tertuang di telegram https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf

📚 Adapun potensi judul buku:
1. Pohon Cinta Yang Berbuah
2. Jiwa-Jiwa Kaca
3. Karena Santri Pantang Berhenti

✏️ Nantikan kelanjutannya Teman-teman.

Baarakallahu fiikum
Forwarded from Pusdiklatmu Media
Bismillahirrahmanirrahim

📝 Haluan Kata

🪞 Jiwa-jiwa Kaca yang terpilih sebagai judul edisi kali ini sebenarnya sebuah renungan bahwa harus diakui selama ini kita masih belum maksimal membuka ruang berkembang untuk anak muda, panggung untuk berinisiatif. Kita mesti mengakui bahwa anak-anak muda belum memperoleh penghargaan yang layak saat berpendapat.

Justru sebaliknya, karena pola asuh dan pola didik yang pasif dan negatif, semisal kekerasan fisik, tekanan emosional, dan serangan verbal, membuat jiwa anak-anak itu rapuh dan mudah pecah. Persis kaca! Sedikit-sedikit salah, sebentar-sebentar dibentak, dan belum apa-apa disuruh diam tidak boleh membantah (baca; bicara).
____

💫 Berikut beberapa judul artikel yang termuat di buku Jiwa-Jiwa Kaca

Baarakallahu fiikum
(335)

Menyadari Kadar Diri


Abu Hazim. Namanya Salamah bin Dinar. Ulama hadis generasi tabi’in. Adz Dzahabi menyebut beliau sebagai, “ Syaikhnya kota Madinah Nabawiyah”. Meskipun keturunan budak dari Persia yang telah dimerdekakan oleh kabilah Makhzum, ditambah kekurangan fisik karena pincang, Abu Hazim sangat dihormati karena keilmuan yang dimiliki. Beliau wafat tahun 140 H

Abu Hazim dikenal karena kalimat-kalimat bijaknya. Terutama dalam hal Muhasabah atau introspeksi diri. Beberapanya disebutkan Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala.

Abu Hazim mengakui, “ Sungguh, seringkali saya menyampaikan nasihat padahal saya melihatnya bukan ada momen yang pas. Tidaklah saya niatkan kecuali untuk menasihati diri sendiri “

Abu Hazim menasihati, “ Sembunyikan kebaikanmu, sama seperti engkau ingin menyembunyikan kejelekanmu! “

Abu Hazim menegur, “ Jika engkau merasa banyak kenikmatan dialirkan Rabb mu untukmu, padahal engkau bermaksiat kepada Nya, maka berhati-hatilah! Apabila engkau benar-benar mencintai seorang saudara karena Allah, maka minimalkan interaksi dalam kepentingan dunia “

Muhammad bin Al Munkadir terhitung guru hadisnya Abu Hazim. Usianya lebih tua. Wafatnya juga lebih dahulu (130 H). Beliau termasuk keturunan suku Quraisy. Ulama hadis yang sering menangis jika membaca hadis-hadis Rasulullah ﷺ.

Abu Hazim dan Muhammad bin Al Munkadir sama-sama perawi hadis yang tersebut dalam Kutubus Sittah (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Sebagai murid dan guru, Beliau berdua sangatlah akrab. Tak jarang diskusi dan bincang-bincang dilakukan.

Suatu hari, Muhammad bin Al Munkadir bercerita, “ Abu Hazim, kenapa ya banyak orang yang mendoakan kebaikan kepada saya kalau berpapasan. Padahal saya tidak kenal mereka sama sekali. Saya juga tidak merasa pernah berbuat baik kepada mereka “

Abu Hazim menanggapi;

لَا تَظُنَّ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ عَمَلِكَ، وَلَكِنِ انْظُرِ الَّذِي ذَلِكَ مِنْ قِبَلِهِ فَاشْكُرْهُ

“ Jangan sampai Anda berpikir bahwa hal itu terjadi karena Anda telah berbuat baik! Namun, berpikirlah bahwa karena memang mereka-mereka itu adalah orang-orang baik . Maka, bersykurlah! “ (Tahdzibul Hilyah 1/520)

Subhaanallah!

Sederhana sekali; kalau ada orang berbuat baik kepada Anda, jangan berpikir karena Anda telah berbuat baik maka Anda merasa berhak dibaikin. Tapi, berpikirlah bahwa memang orang itulah yang baik. Sehingga, Anda termotivasi untuk membalas kebaikannya dengan kebaikan.

Jika ada orang menyakiti Anda, bukan karena orang itu yang jahat. Namun, berpikirlah bahwa karena Anda yang tidak baik, maka wajar jika ada orang bersikap tidak baik kepada Anda. Sehingga, Anda bersemangat untuk memperbaiki diri.

Lendah, 21 Dzulhijjah 1445/Juni 2025

https://www.tg-me.com/anakmudadansalaf
Forwarded from Pusdiklatmu Media
📚📬📨●●●━━━━━━━━┓
OPEN PRE ORDER
ANAK MUDA & SALAF
JIWA JIWA KACA

┗━━━━━━━━●●●📦🏷️🛍️

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, Pre Order Buku Anak Muda & Salaf Ke VI dengan judul Jiwa Jiwa Kaca Karya Al Ustad Abu Nasim Mukhtar Ibn Rifa'i Hafidzahulllah .

Dengan Spesifikasi Buku :
- 213 Halaman
- Ukuran 14x21 cm
- Soft Cover + Embos
- Laminasi Plastik
- Shrink

Dengan Open Harga Pemesanan :

Rp, 55.000,-

📞 Untuk Informasi dan Pemesanan Segera Hubungi:

https://wa.me/+6282325666656

Pesan banyak dapat Harga Khusus

Barakallahu fiikum..
2025/06/27 03:37:15
Back to Top
HTML Embed Code: